D" ENTRY NUMBER :

Friday, May 4, 2007

POTRET PETOEALANK

Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut `Ranu Kumbolo`


Sepenggal lagu diatas selalu menjadi pemicu bagi otakku khususnya divisi penyimpan memori untuk sekilas menayangkan ulang kenangan masa lalu saat masih sering memanggul carrier menjelajah alam bebas, yup... kenangan yang selalu membangkitkan kerinduan untuk kembali berpeluh kenikmatan saat mencumbu pahatan alam, namun aktivitas itu harus tergantikan dengan aktivitas baru yang setiap harinya berurusan dengan data komputer dan segala tetek bengek administrasi lainnya.


Tergambar jelas dibenakku saat dulu, para Penggiat Kegiatan Alam Terbuka sangat mudah untuk dikenali, entah itu mereka sedang mengembara di rimba ataupun saat bergelut dalam kesumpekan kota, mereka tetap berpenampilan serupa (serupa tapi tak sama, he,he.he..) yaitu mereka selalu mengenakan celana cargo, sepatu/sandal tracking, tali kernmantel (prusik) pada leher dan pergelangan tangan, sejumlah carabiner yang tergantung pada back pack serta scarf/slayer yang selalu dijadikan tudung kepala. Terkesan agak rantasa memang tapi itulah mereka yang selalu tampil selaras dengan jiwa mereka.


Bumi selalu berputar dan perputarannya itu membuat banyak perubahan disana-sini, mungkin ini jualah yang membuat perubahan performance Petualank melalui para new comernya, dahulu penampilan mereka selalu ditiru (memang sich kelihatan lebih jantan saat berpenampilan layaknya anak Pendaki :p) bahkan secara tak sengaja menjadi trend bagi orang lain yang notabene tidak termasuk didalam komunitas mereka. Kini penampilan generasi baru Penggiat Alam Bebas seperti kehilangan ciri khasnya, gaya ala "anak band" lebih digandrungi ketimbang gaya adventurer, speknya berubah total seperti ; celana botol, sepatu sneackers, potongan rambut belah samping mirip Pasha (pashapu-shapu jalanan) plus rantai besar yang melingkar dari kantong celana bagian depan hingga ke dompet yang terselip di kantong celana bagian belakang, orang bilang itu namanya distro style.


Apakah perubahan ini juga akan mengakibatkan metamorfosis jati diri Petualank sehingga warnanya akan pudar lalu tergradasi yang akhirnya tercipta sebuah warna baru ? Apakah pendaran sinarnya tetap mampu mewakili visi, misi, semangat, dogma serta bias-bias lain dari warna lawas ? Ah.. apapun jawaban dari semua pertanyaan itu, semoga mereka masih tetap mempertahankan pengabdian tanpa pamrih kepada jagat raya, semoga Kode Etik Pecinta Alam tetap menjadi stringline bagi mereka di dalam melakoni kiprahnya sebagai D'Rover, D' Nomad, D' Wanderer, D' Vagabound & D' Adventurer

Wednesday, May 2, 2007

Tentang MAPALA

MAPALA = Mahasiswa Paling Lama?

MAPALA singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam. Terkadang ada juga yang mengartikan Mahasiwa Paling Lama kuliahnya (mahasiswa abadi). Mereka juga di identikkan dengan orang-orang yang beraliran “sayap kiri” yang super cuek, sulit di atur berpakaian seenaknya serta suka mabuk-mabukkan. Opini dimasyarakat yang menyebutkan bahwa sosok dari pecinta alam tersebut terkadang terkesan selalu “negatif”. Kesan negatif tersebut timbul mungkin bisa, karena penampilan dari mereka yang menamakan dirinya pecinta alam itu sendiri yang sering kelihatan lusuh, kumal, berambut gondrong, seadanya (meskipun tidak semuanya pecinta alam berpenampilan seperti ini). Mungkin juga karena orang sering melihat kegiatan pecinta alam berkesan hura-hura, dan atau tidak mau tahu dengan lingkungan sekitarnya, bisa pula karena kegiatan pecinta alam dianggap sebagai kegiatan yang mubazir dan buang-buang waktu, tenaga, serta uang hanya untuk menyalurkan hobby menantang maut, minat dan bakat tanpa mempunyai arti dan tujuan yang nyata (meskipun hal ini tidak semuanya benar). Meskipun demikian, tidak sedikit kelompok atau organisasi pecinta alam yang melakukan kegiatan positif seperti ikut dalam operasi SAR, membantu masyarakat terasing, atau konservasi alam.
Terlepas dari semua itu, kehadiran mahasiswa pecinta alam tidak terlepas dari sejarah dunia kemahasiswaan di Indonesia, dimana pada dekade tahun 70-an aktivitas mahasiswa yang berorientasi pada politik praktis semakin dibatasi. Disamping itu pula terdapat rasa kejenuhan dengan kondisi politik pada masa itu hal ini menciptakan situasi dan kondisi aktivitas mahasiswa “lesu darah”. Kondisi itu semakin bertambah dengan dikeluarkannya SK No. 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) di seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia yang kemudian melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).
Dengan kondisi yang demikian, kemudian melahirkan ide untuk membentuk suatu wadah baru dalam bentuk kegiatan lain yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang mempunyai hobby dan minat yang sama, yaitu sama-sama menyukai kegiatan di alam bebas seperti pendakian gunung, memanjat tebing, menelusuri lorong-lorong kegelapan di dalam gua, arung jeram, dan lain sebagainya. Yang tidak kalah pentingnya pada perkembangan selanjutnya adalah aktivitas kepecintaalaman juga diwarnai oleh sikap keberpihakkan kepada alam serta lingkungan hidupnya, sehingga organisasi/kelompok pecinta alam yang tumbuh di lingkungan Perguruan Tinggi tidak hanya berkegiatan alam bebas melulu, akan tetapi kegiatan lingkungan hidup juga mendapatkan porsi yang seimbang dengan kegiatan petualangan di alam bebas. Dimulai oleh Mapala UI, organisasi/kelompok pecinta alam tersebut tumbuh dan berkembang subur dalam lingkungan Perguruan Tinggi di negeri ini, baik ditingkat universitas maupun dilingkungan fakultas.
Pecinta alam kalau diartikan yaitu berasal dari kata cinta dan alam. Cinta mengandung arti menyukai, menyayangi, dan mengagumi. Alam mengandung arti segala yang ada di sekitar,baik berupa benda mati ataupun benda hidup. Sehingga dari kata cinta menjadi pecinta yang menunjuk kepada subyek yaitu orang. Tapi, sampai sekarang belum ada definisi yang pas dengan apa itu pecinta alam. Sebab kata pecinta alam itu mengandung pengertian yang sangat luas. Hal ini selalu menjadi perdebatan yang hangat dalam setiap pertemuan tahunan secara nasional dalam Temu Wicara dan Kenal Medan ( TWKM) Mahasiswa Pecinta Alam Se-Indonesia atau pada Gladian Nasional yang diadakan 2 (dua) tahun sekali. Sehingga forum tersebut juga tidak bisa merumuskan pengertian dari istilah Pecinta Alam dan diserahkan kembali kepada organisasi/kelompok masing-masing bagaimana “menginterpretasikan” istilah tersebut. Meskipun sampai sekarang belum ada yang bisa merumuskan istilah Pecinta Alam, namun dilihat dari kegiatannya bisa dibedakan dalam beberapa kelompok yakni :
Kelompok pertama adalah mereka yang hanya menggeluti kegiatan alam bebas dengan misi untuk menyalurkan hobby dan minat bertualang di alam bebas. Kegiatannya meliputi pendakian gunung, pemanjatan tebing dan penelusura gua.
Kelompok Kedua adalah yang selain melakukan kegiatan petualangan, juga melakukan kegiatan yang berorientasi pada penyelamatan lingkungan hidup, sehingga pada perkembangannya kegiatan kepencintaalaman menjadi semakin luas. Selain bertualang mereka juga melakukan konservasi alam, pengamatan sosial-ekonomi-budaya masyarakat, hingga operasi SAR. Kelompok inilah yang paling banyak dilakukan oleh organisasi/ kelompok Mahasiswa pecinta alam. Banyak sudah korban yang “berguguran” dalam kegiatan “menantang maut” namun penuh “cinta kasih” ini, demikian juga dharma bakti mereka pada tanah tercinta ini dalam hal konservasi alam (meski tidak tercatat dalam buku sejarah) .Baik buruknya kegiatan yang hanya bisa digeluti oleh orang-orang yang mempunyai nyali ini tergantung dari sudut mana orang memandangnya. Dan hanya orang-orang ariflah yang bisa memahami mereka.

“Hidup adalah soal keberanian. Keberanian menghadapi tanda tanya tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa mengelak. Terimalah dan Hadapilah (Soe Hok Gie) “